Pagi-pagi sekali, Tiominar mengetuk
pintu rumah ibunya. Ia menggendong anaknya dan membawa satu tas besar di tangan
kanannya. Dari matanya yang sembab dan merah, ibunya sudah tahu kalau Lola pasti
habis bertengkar lagi dengan suaminya.
Heran karena biasanya Tiominar hanya
sebatas menelpon sambil menangis jika bertengkar dengan suaminya, lalu ayahnya segera
menghampiri Tiominar dan menanyakan masalahnya.
Tiominar mulai menceritakan awal
pertengkarannya dengan suaminya tadi malam. Tiominar kecewa karena
suaminya telah membohonginya selama ini. Tiominar menemukan buku
rekening suaminya terjatuh di dalam mobil. Tiominar baru tahu,
kalau suaminya selalu menarik sejumlah uang setiap bulan, di tanggal yang sama.
Sementara Tiominar tahu, uang yang ia terima
pun sejumlah uang yang sama. Berarti sudah satu tahun lebih
suaminya membagi uangnya, setengah untuknya, setengah untuk yang lain. Ayah Tiominar hanya
menghela nafas. Wajah bijaksananya tidak menampakkan rasa kaget ataupun marah.
"Tiominar ...
Yang pertama, langkahmu datang ke rumah ayah
sudah melawan Firman Allah karena meninggalkan rumah tanpa seizin suamimu" ... Kalimat
ayah Tiominar sontak membuatnya kaget. Tiominar mengira ia akan
mendapat dukungan dari ayahnya.
"Yang kedua, mengenai uang suamimu,
kamu tidak berhak mengetahuinya. Hakmu hanyalah uang yang diberikan suamimu ke
tanganmu. Itu pun untuk kebutuhan rumah tangga. Jika kamu membelanjakan uang
itu tanpa izin suamimu, meskipun itu untuk sedekah, itu tak boleh" ... Lanjut
ayah Tiominar.
"Tiominar ...
Suamimu menelpon ayah dan mengatakan bahwa
sebenarnya uang itu memang diberikan setiap bulan untuk seorang wanita. Suamimu
tidak menceritakannya padamu, karena kamu tidak suka wanita itu sejak lama.
Kamu sudah mengenalnya, dan kamu merasa setelah menikah dengan suamimu, maka
hanya kamulah wanita yang memilikinya".
"Suamimu meminta maaf kepada ayah
karena ia hanya berusaha menghindari pertengkaran denganmu. Ayah mengerti
karena ayahpun sudah mengenal watakmu" mata ayah mulai berkaca-kaca.
"Tiominar ...
kamu harus tahu, setelah kamu menikah maka
yang wajib kamu taati adalah suamimu. Jika suamimu berkenan padamu, maka
Allah pun berkenan. Sedangkan suamimu, ia wajib taat kepada ibunya. Begitulah
Allah mengatur laki-laki untuk taat kepada ibunya. Jangan sampai kamu menjadi penghalang
bakti suamimu kepada ibundanya".
"Suamimu, dan harta suamimu adalah
milik ibu nya". Ayah Tiominar mengatakan itu dengan tangis.
Seorang ibu melahirkan anaknya dengan susah payah dan kesakitan. Kemudian ia
membesarkannya hingga dewasa hingga anak laki-lakinya menikah, ia melepasnya
begitu saja.
Kemudian anak laki-laki itu akan sibuk
dengan kehidupan barunya. Bekerja untuk keluarga barunya. Mengerahkan seluruh
hidupnya untuk istri dan anak-anaknya. Anak laki-laki itu hanya menyisakan
sedikit waktu untuk sesekali berjumpa dengan ibunya. Sebulan sekali, atau
bahkan hanya setahun sekali.
"Kamu yang sejak awal menikah tidak
suka dengan ibu mertuamu. Kenapa ? ... Karena rumahnya kecil dan
sempit ? ... Sehingga kamu merajuk kepada suamimu bahwa
kamu tidak bisa tidur disana. Anak-anakmu pun tidak akan betah disana. Tiominar ... mendengar
ini ayah sakit sekali".
"Lalu, jika kamu saja merasa tidak
nyaman tidur di sana, bagaimana dengan ibu mertuamu yang dibiarkan saja untuk
tinggal disana ? ... Uang itu diberikan untuk ibunya. Suamimu
ingin ayahnya berhenti berkeliling menjual gorengan. Dari uang itu ibu suamimu
hanya memakainya secukupnya saja, selebihnya secara rutin dibagikan ke
anak-anak yatim dan orang-orang tidak mampu di kampungnya”.
Tiominar membatin dalam hatinya, uang
yang diberikan suaminya sering dikeluhkannya kurang. Karena ia butuh
banyak pakaian untuk mengantar jemput anak sekolah. Ia juga sangat menjaga penampilannya
untuk merawat wajah dan tubuhnya di spa. Berjalan-jalan setiap minggu di mall.
Juga berkumpul sesekali dengan teman-temannya di restoran.
Tiominar menyesali sikapnya yang tak
ingin dekat-dekat dengan mertuanya yang hanya seorang tukang gorengan.
Tukang gorengan yang berhasil menjadikan suaminya seorang sarjana,
mendapatkan pekerjaan yang di idam-idamkan banyak orang. Berhasil mandiri,
hingga ia bisa menempati rumah yang nyaman dan mobil yang bisa ia gunakan
setiap hari.
"Ayaaah ... maafkan Tiominar",
tangis Tiominar meledak. Ibunda Tiominar yang sejak
tadi duduk di samping Tiominar segera memeluknya.
"Tiominar ... kembalilah ke
rumah suamimu. Ia orang baik nak ... Bantulah suamimu berbakti kepada
orang tuanya. Bantu suamimu menggapai surganya, dan dengan sendirinya,
ketaatanmu kepada suamimu bisa menghantarkanmu ke surga. Ibunda Tiominar membisikkan
kalimat itu ke telinganya.
Tiominar hanya menjawabnya dengan
anggukan. Ia menahan tangisnya. Bathinnya sakit, menyesali sikapnya. Iapun
pulang menghadap suaminya dan sambil menangis memohon maaf kepada suaminya
atas prasangka yang salah selama ini.
@@@@@ ...
Di lain hari, Tiominarpun mengikuti
suaminya bersilaturahmi kepada ibu kandung suaminya alias mertuanya sendiri. Suaminya
meneteskan air mata menatap di tangan Tiominar tertenteng empat liter
minyak goreng untuk mertuanya. Tetesan air mata suami bukan masalah jumlah
liternya, tetapi karena perubahan istrinya yang senang dan nampak ikhlas
hendak datang kepada mertuanya.
Seterusnya Tiominar berjanji dalam
hatinya, untuk menjadi istri yang taat pada suaminya. Sesekali waktu, Tiominar tidak
lagi mengajak suaminya ke mall tetapi minta anjangsana ke rumah
mertuanya dan juga orang tuanya.
SEMOGA BERMANFAAT ... !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar