Selasa, 18 Juni 2013

AYAHKU MEMBELA IBU MERTUAKU

Pagi-pagi sekali, Tiominar mengetuk pintu rumah ibunya. Ia menggendong anaknya dan membawa satu tas besar di tangan kanannya. Dari matanya yang sembab dan merah, ibunya sudah tahu kalau Lola pasti habis bertengkar lagi dengan  suaminya.

Heran karena biasanya Tiominar hanya sebatas menelpon sambil menangis jika bertengkar dengan suaminya, lalu ayahnya segera menghampiri  Tiominar dan menanyakan masalahnya.


Tiominar mulai menceritakan awal pertengkarannya dengan suaminya tadi malam. Tiominar kecewa karena suaminya telah membohonginya selama ini. Tiominar menemukan buku rekening suaminya terjatuh di dalam mobil. Tiominar baru tahu, kalau suaminya selalu menarik sejumlah uang setiap bulan, di tanggal yang sama.

Sementara Tiominar tahu, uang yang ia terima pun sejumlah uang yang sama. Berarti sudah satu tahun lebih suaminya membagi uangnya, setengah untuknya, setengah untuk yang lain. Ayah Tiominar hanya menghela nafas. Wajah bijaksananya tidak menampakkan rasa kaget ataupun marah.

"Tiominar ...
Yang pertama, langkahmu datang ke rumah ayah sudah melawan Firman Allah karena meninggalkan rumah tanpa seizin suamimu" ... Kalimat ayah Tiominar sontak membuatnya kaget. Tiominar mengira ia akan mendapat dukungan dari ayahnya.

"Yang kedua, mengenai uang suamimu, kamu tidak berhak mengetahuinya. Hakmu hanyalah uang yang diberikan suamimu ke tanganmu. Itu pun untuk kebutuhan rumah tangga. Jika kamu membelanjakan uang itu tanpa izin suamimu, meskipun itu untuk sedekah, itu tak boleh" ... Lanjut ayah Tiominar.

"Tiominar ...
Suamimu menelpon ayah dan mengatakan bahwa sebenarnya uang itu memang diberikan setiap bulan untuk seorang wanita. Suamimu tidak menceritakannya padamu, karena kamu tidak suka wanita itu sejak lama. Kamu sudah mengenalnya, dan kamu merasa setelah menikah dengan suamimu, maka hanya kamulah wanita yang memilikinya".


"Suamimu meminta maaf kepada ayah karena ia hanya berusaha menghindari pertengkaran denganmu. Ayah mengerti karena ayahpun sudah mengenal watakmu" mata ayah mulai berkaca-kaca.


"Tiominar ...
kamu harus tahu, setelah kamu menikah maka yang wajib kamu taati adalah suamimu. Jika suamimu berkenan padamu, maka Allah pun berkenan. Sedangkan suamimu, ia wajib taat kepada ibunya. Begitulah Allah mengatur laki-laki untuk taat kepada ibunya. Jangan sampai kamu menjadi penghalang bakti suamimu kepada ibundanya".


"Suamimu, dan harta suamimu adalah milik ibu nya". Ayah Tiominar mengatakan itu dengan tangis. Seorang ibu melahirkan anaknya dengan susah payah dan kesakitan. Kemudian ia membesarkannya hingga dewasa hingga anak laki-lakinya menikah, ia melepasnya begitu saja. 

Kemudian anak laki-laki itu akan sibuk dengan kehidupan barunya. Bekerja untuk keluarga barunya. Mengerahkan seluruh hidupnya untuk istri dan anak-anaknya. Anak laki-laki itu hanya menyisakan sedikit waktu untuk sesekali berjumpa dengan ibunya. Sebulan sekali, atau bahkan hanya setahun sekali.

"Kamu yang sejak awal menikah tidak suka dengan ibu mertuamu. Kenapa ? ... Karena rumahnya kecil dan sempit ? ... Sehingga kamu merajuk kepada suamimu bahwa kamu tidak bisa tidur disana. Anak-anakmu pun tidak akan betah disana. Tiominar ... mendengar ini ayah sakit sekali".

"Lalu, jika kamu saja merasa tidak nyaman tidur di sana, bagaimana dengan ibu mertuamu yang dibiarkan saja untuk tinggal disana ? ... Uang itu diberikan untuk ibunya. Suamimu ingin ayahnya berhenti berkeliling menjual gorengan. Dari uang itu ibu suamimu hanya memakainya secukupnya saja, selebihnya secara rutin dibagikan ke anak-anak yatim dan orang-orang tidak mampu di kampungnya”.


Tiominar membatin dalam hatinya, uang yang diberikan suaminya sering dikeluhkannya kurang. Karena ia butuh banyak pakaian untuk mengantar jemput anak sekolah. Ia juga sangat menjaga penampilannya untuk merawat wajah dan tubuhnya di spa. Berjalan-jalan setiap minggu di mall. Juga berkumpul sesekali dengan teman-temannya di restoran.


Tiominar menyesali sikapnya yang tak ingin dekat-dekat dengan mertuanya yang hanya seorang tukang gorengan. Tukang gorengan yang berhasil menjadikan suaminya seorang sarjana, mendapatkan pekerjaan yang di idam-idamkan banyak orang. Berhasil mandiri, hingga ia bisa menempati rumah yang nyaman dan mobil yang bisa ia gunakan setiap hari.


"Ayaaah ... maafkan Tiominar", tangis Tiominar meledak. Ibunda Tiominar yang sejak tadi duduk di samping Tiominar segera memeluknya. 

"Tiominar ... kembalilah ke rumah suamimu. Ia orang baik nak ... Bantulah suamimu berbakti kepada orang tuanya. Bantu suamimu menggapai surganya, dan dengan sendirinya, ketaatanmu kepada suamimu bisa menghantarkanmu ke surga. Ibunda Tiominar membisikkan kalimat itu ke telinganya.

Tiominar hanya menjawabnya dengan anggukan. Ia menahan tangisnya. Bathinnya sakit, menyesali sikapnya. Iapun pulang menghadap suaminya dan sambil menangis memohon maaf kepada suaminya atas prasangka yang salah selama ini.


@@@@@ ...

Di lain hari, Tiominarpun mengikuti suaminya bersilaturahmi kepada ibu kandung suaminya alias mertuanya sendiri. Suaminya meneteskan air mata menatap di tangan Tiominar tertenteng empat liter minyak goreng untuk mertuanya. Tetesan air mata suami bukan masalah jumlah liternya, tetapi karena perubahan istrinya yang senang dan nampak ikhlas hendak datang kepada mertuanya.

Seterusnya Tiominar berjanji dalam hatinya, untuk menjadi istri yang taat pada suaminya. Sesekali waktu, Tiominar tidak lagi mengajak suaminya ke mall tetapi minta anjangsana ke rumah mertuanya dan juga orang tuanya.

SEMOGA BERMANFAAT ... !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar