Sabtu, 29 Juni 2013

HANYA KARENA CINTA

Perkawinan dua insan, laki-laki dan perempuan adalah satu kebutuhan bagi kelangsungan hidup manusia. Walau pada kenyataannya, tidak sedikit manusia menjalani hidup dalam kesendirian, tanpa perkawinan sepanjang masa.

Mereka yang memutuskan untuk hidup berpasangan, sudah pasti menginginkan perkawinan mereka berjalan dengan baik, langgeng maju bersama cinta menuju hari tua, kemudian berakhir dengan bahagia. Tetapi tak semua pasangan yang dikawinkan dalam janji pernikahan berjalan dengan mulus. Dipastikan setiap pasangan yang telah resmi menjadi pasangan suami istri akan mengalami cobaan.

Mereka dihadapkan pada berbagai masalah, baik masalah sepele maupun masalah besar. yang berusaha menggangu perkawinan itu. Sebahagian perkawinan itu selamat sampai tujuan, sebagian lainnya harus berakhir dengan kepedihan, lalu meratapi perkawinan yang tumbang diterjang badai, kemudian jatuh berantakan  dan hancur berserakan.

Tiominar ... demikian nama seorang wanita yang mengharapkan perkawinan dengan suaminya selalu dalam kebahagiaan, tetapi harus menerima kenyataan, karena perkawinannya keluar dari cita-cita semula.

Tiga bulan setelah ikatan perkawinan diresmikan, Tiominar telah mengalami tekanan yang luar biasa dari suami yang dia cinta dengan sepenuh hati. Tiga puluh tahun usia perkawinan mereka, hampir setiap hari, ia di caci-maki, ditampar, dipukul, bahkan ditendang oleh suaminya. Semua peristiwa itu ia terima dengan tabah.

Tak terhitung masukan berupa ajakan, perintah bahkan cemoohan ia terima dari saudara, sahabat bahkan dari orang yang sama sekali tak ia kenal, menyarankan Tiominar untuk meninggalkan suaminya. Semua itu ia tepis dengan tidak menjawab semua saran bernada seperti itu. Dia tetap pada pendirian, berpegang teguh pada janji perkawinan, “SETIA DALAM SUKA MAUPUN DUKA, TAK BERCERAI KECUALI MAUT YANG MEMISAHKAN”.

Penderitaan Tiominar, yang ia alami hampir disepanjang usia perkawinannya, ia bebaskan hanya dengan seuntai do’a ;

“Aku tahu Tuhan, Engkau merestui pilihanku karena Engkau tahu aku kuat dengan semua perlakuan suamiku”. 

Hanya dengan seuntai do’a itu, Tiominar menjalani hidup perkawinannya selama tiga puluh tahun. Selama itu pula, Tiominar mengalami siksa yang luar biasa, dari suami yang dia cinta dengan segenap jiwa dan raga.

Derita Tiominar tidak berhenti sebatas tindak kekerasan berupa benturan pisik yang telah dilakukan suaminya. Selama lima tahun ia dihadapkan kepada derita baru, melayani suami yang hidup dalam ketidak berdayaan. Stroke total, mengharuskan suaminya hidup terbujur kaku sepanjang masa di tempat tidur. 

Selama lima tahun pula, suami Tiominar hanya mampu berkomunikasi melalui desah nafas dan linangan air mata saja. Tampaknya suami Tiominar menyesali semua perbuatan yang telah dia lakukan terhadap dirinya yang luar biasa tangguh itu. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, waktu tak mungkin dikembalikan lagi.

Ditahun ketiga puluh, penderitaan Tiominar diatas perkawinannya dengan seorang pria tak bernurani, kemudian berhenti. Di usia lima puluh dua tahun, suami yang dia cinta akhirnya pergi untuk selamanya akibat stroke total, yang diderita suaminya selama lima tahun. Tiominar melepas kepergian suaminya dengan linangan air mata, pertanda cinta luar biasa. Tiominar sungguh menjadi wanita yang setia, mengabdi pada suaminya dengan memberikan pelayanan penuh tanpa batas.

Sepeninggal suaminya, Tiominar tergolong menjadi wanita paling berbahagia di dunia. Sembilan putera dan puterinya, saling berebut agar Tiominar mau tinggal di rumah anak atau menantunya. Melimpah kasih sayang kemudian ia terima dari anak dan menantu, serta dari cucu-cucunya. Bahkan sanak saudara juga menawarkan kasih sayang untuk Tiominar. 

Di usianya yang ke sembilan puluh empat, Tiominar kembali pada Sang Khalik dengan senyum tersungging di sudut bibirnya, pertanda ia pergi penuh dengan kebahagiaan.


Tindak kekerasan seringkali mewarnai perjalanan hidup rumah tangga. Kebanyakan dari peristiwa itu, dilakukan kaum pria kepada istrinya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi kaum pria, untuk tidak memperlakukan istrinya dengan semena-mena. Perempuan dipilih untuk dijadikan istri, tentu alasannya adalah cinta. Cukup aneh jika pada zaman digital ini, dikatakan sebuah perkawinan terjadi bukan karena cinta.

Cinta memang butuh pengorbanan, tetapi tidak untuk dijadikan korban ... !!!

CATATAN :

Cerita ini fiktif. Nama dan tempat serta hal-hal yang dianggap mirip dengan kehidupan nyata, hal itu terjadi dengan sendirinya. Tidak ada maksud untuk menyindir ataupun berusaha untuk menyakiti hati siapapun. Semoga artikel ini bermanfaat, agar setiap keluarga dapat memaknai kesetiaan dan kebahagiaan dengan arti yang sesungguhnya.


SALAM GEMILANG.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar